Opini  

PT. Freeport Indonesia, “Antara Keuntungan Negara dan Air Mata Anak Negeri Papua”

Riski Trisani Setiawan, Peserta Intermidite Traning LK-2 HMI Cabang Limboto Yang Juga Ketua BEM Fakultas Hukum Universitas Ichsan Gorontalo (Foto : Rekam Fakta)
banner 120x600

Rekam Fakta, Opini PT Freeport Indonesia (PTFI) adalah sebuah perusahaan  yang berada di Indonesia dan bergerak di bidang eksplorasi, pertambangan, pemprosesan, dan pemasaran konsentrat tembaga, emas, dan perak di dataran tinggi Tembagapura, Mimika, Papua Tengah. Namun Freeport Indonesia yang lebih tepatnya bertempat di papua justru merupakan anak usaha dari perusahaan Amerika Freeport-McMoRan.

Meskipun Freeport Indonesia telah mencapai pencapaian signifikan yang sebelum nya 9% kini telah mencapai 51% dalam hal kepemilikan saham, namun yang disayangkan Papua masih menghadapi krisis atau penderitaan pada beberapa aspek dan terkhususnya pada aspek ekonomi papua itu sendiri

Nah yang perlu kita ketahui aspek apa saja yang kiranya menjadikan papua sampai kini masih menderita meskipun adanya kekayaan alam dan investasi besar, termasuk freeport.

Mari kita tarik tentang Kritik terkait kesenjangan masyarakat lokal di sekitar operasi Freeport di Papua yang sering kali muncul dari berbagai pihak, termasuk aktivis, organisasi non-pemerintah, ormawa kampus dan masyarakat setempat. Beberapa poin kritik utama meliputi:

  1. Distribusi Kekayaan: Meski Freeport memberikan kontribusi ekonomi yang signifikan kepada Indonesia, manfaat langsung bagi masyarakat lokal di Papua sangat minim. Sebagian besar keuntungan pertambangan dinikmati oleh pemerintah pusat dan Freeport-McMoRan di Amerika Serikat.
  2. Pekerjaan dan Pendidikan : Pekerjaan yang disediakan oleh Freeport sering kali memerlukan keterampilan dan pendidikan tinggi yang tidak dimiliki oleh banyak penduduk setempat. Akibatnya, pekerja dari luar Papua lebih sering mendapatkan pekerjaan ini, meninggalkan masyarakat lokal dalam kemiskinan.
  3. Dampak Lingkungan : Aktivitas pertambangan Freeport telah menimbulkan kerusakan lingkungan yang signifikan, termasuk pencemaran sungai dan deforestasi, yang berdampak langsung pada kehidupan masyarakat adat yang bergantung pada lingkungan mereka.
  4. Hak Asasi Manusia: Ada banyak laporan tentang pelanggaran hak asasi manusia di sekitar operasi Freeport, termasuk intimidasi, kekerasan, dan penahanan sewenang-wenang terhadap masyarakat lokal yang memprotes aktivitas pertambangan.
  5. Kurangnya Investasi dalam Infrastruktur Lokal: Meskipun Freeport telah beroperasi selama puluhan tahun di Papua, investasi dalam infrastruktur lokal seperti jalan, fasilitas kesehatan, dan pendidikan masih sangat terbatas. Hal ini menghambat perkembangan sosial dan ekonomi masyarakat setempat.

Kritik terhadap Freeport mengenai kesenjangan masyarakat lokal di Papua mencerminkan tantangan yang kompleks yang melibatkan distribusi kekayaan, kesempatan kerja, dampak lingkungan, hak asasi manusia, dan investasi dalam infrastruktur. Menangani masalah-masalah ini memerlukan komitmen dari pemerintah, perusahaan, dan pemangku kepentingan lainnya untuk memastikan bahwa manfaat ekonomi dari pertambangan dapat dirasakan oleh semua lapisan masyarakat.

Penulis: Riski Trisani Setiawan, Peserta Intermidite Traning LK-2 HMI Cabang Limboto Yang Juga Ketua BEM Fakultas Hukum Universitas Ichsan Gorontalo

***/RF