Berita  

WPR Tak Kunjung Turun, Penambang Boalemo Tetap dalam Bayang-Bayang Ilegal

banner 120x600

Rekam Fakta, Boalemo – Diskusi alot terjadi di Kantor Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) Kabupaten Boalemo, Selasa, 29/07/2025.

Pemerintah daerh memfasilitasi pertemuan bersama DPC Asosiasi Penambang Rakyat Indonesia (APRI) Boalemo untuk membahas aktivitas tambang emas rakyat yang terus-menerus ditekan oleh aparat penegak hukum.

Isu pertambangan rakyat di Kecamatan Paguyaman memang telah lama menjadi bara dalam sekam. Warga menambang emas demi pengghidupan, namun kerap dituding sebagai pelaku tambang ilegal. Di sisi lain, jalur legalisasi justru membentang panjang dan ruwet.

Ketua DPC APRI Boalemo, Abdul Majid Rahman, menyuarakan kegelisahan masyarakat. Baginya, tambang emas bukan sekadar urusan perut, tetapi juga potensi strategis peningkatan pendapatan daerah.

“Saat ini masyarakat penambang diperhadapkan dengan polisi karena dianggap berkegiatan ilegal. Di satu sisi, masyarakat mau mengurus perizinan, tetapi masih dipersulit dengan berbagai tahapan pengurusan izin itu sendiri yang cukup rumit,” kata Majid Rahman.

Majid menuntut sikap konkret dari Pemkab Boalemo, agar masyarakat bisa menambang sambil mengurus legalitas tanpa rasa waswas akan jerat hukum.

Dirinya menggarisbawahi bahwa pemerintah daerah, sebagai eksekutor kebijakan, tidak boleh cuci tangan. Meski demikian, Majid menyampaikan apresiasi atas langkah DPM-PTSP yang telah memfasilitasi pertemuan tersebut.

“Terima kasih buat Pak Bupati dan Wakil Bupati Boalemo, Pak Sekda, khususnya Kadis DPM-PTSP yang telah memfasilitasi pertemuan ini. Semoga segera menghadirkan angin segar buat masyarakat penambang,” harapnya.

Namun kritik pun dilontarkan, terutama menyangkut konflik antara warga penambang dan perusahaan pabrik gula, PT PG, yang disinyalir menjadi aktor dominan di wilayah itu

“Silahkan Pemda meninjau tanaman tebu atau karet milik perusahaan yang kabarnya dirusak oleh masyarakat. Selain itu harus dipastikan apakah lahan yang ditambang benar-benar milik HGU perusahaan atau tidak,” ketusnya.

“Jangan-jangan pihak perusahaan juga ini banyak pelanggaran yang luput dari pengawasan Pemerintah. Jangan hanya menyalahkan masyarakat terus. Silahkan berinvestasi secara sehat dengan selalu memperhatikan kewajiban dan regulasi,” katanya lagi.

Kepala DPM-PTSP Boalemo, Romin Sahidi, yang hadir langsung mendengar aspirasi masyarakat, menyampaikan bahwa proses pengurusan izin tambang memang belum sederhana. Ia mengakui, belum adanya wilayah pertambangan rakyat (WPR) di Boalemo menjadi kendala mendasar.

“Pengurusan izin pertambangan rakyat mengacu pada Kepmen ESDM 98/2022 tentang Wilayah Pertambangan (WP) Provinsi Gorontalo,” jelasnya.

“Dalam Kepmen ini, dalam peta wilayah pertambangan Boalemo, belum ada WPR. Sehingga hal ini menjadi kendala dalam pengurusan IPR,” lanjut Romin.

Namun demikian, pihaknya telah berupaya. Pada April lalu, usulan WPR dari Pemda Boalemo telah dikirimkan ke Kementerian ESDM melalui Pemerintah Provinsi.

“Mudah-mudahan segera diterbitkan perubahan Kepmen 98/2022 sehingga Boalemo bisa ada WPR yang nanti akan memberikan ruang kepada masyarakat penambang dengan mengurus IPR sehingga masyarakat tidak diperhadapkan lagi dengan aktifitas tambang yang ilegal.” Harapnya

Lebih lanjut, Romin memastikan bahwa hasil pertemuan hari itu akan dirumuskan secara resmi dalam bentuk notulen, untuk diteruskan ke tingkat Forkopimda.

“Ini pertemuan resmi. Oleh karena itu kami telah mencatat poin-poin pentingnya dan notulen hasil rapat hari ini, segera akan ditindaklanjuti yang mudah-mudahan sampai pada tingkat Forkopimda yang kemudian bisa melahirkan kebijakan strategis,” ujarnya.

“Saya juga mengapresiasi langkah APRI, tapi saya tidak bisa mengambil keputusan. Apa yang disampaikan, pastinya tetap ditindaklanjuti,” tegasnya.

Dalam pertemuan tersebut dihadiri pula oleh jajaran pengurus Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Boalemo serta para ketua kelompok penambang dari Paguyaman.

Atmosfer cukup cair, namun juga menunjukkan betapa pelik dan politisnya persoalan tambang rakyat di Bolemo.

Pemerintah daerah kini berdiri di persimpangan, antara tekanan legal formal dari pusat dan kepolisian, dengan realitas sosial ekonomi masyarakatnya yang menggantungkan hidup pada emas di perut bumi. Di tengah kekosongan hukum dan tekanan dari perusahaan besar (PT.PG), tambang rakyat masih berjalan dalam bayang-bayang kriminalisasi.

Penulis: Rachmad A. SaniEditor: Aman Apik