Rekam Fakta, Gorontalo – Sengketa harga tebu di Gorontalo terus menjadi sorotan. Di tengah desakan petani agar Harga Pokok Pembelian (HPP) Rp660 ribu per ton segera diterapkan, PT. Pabrik Gula (PG) Gorontalo menegaskan bahwa setiap keputusan harga harus berlandaskan kajian teknis dan survei yang sahih, bukan semata surat edaran.
General Manager PG Gorontalo, Ir. Mbantu Karo Karo, menjelaskan bahwa sejak dulu penetapan harga tebu selalu mengacu pada survei produksi yang dilakukan setahun sekali. Hasil survei 2025 menetapkan harga Rp540 ribu per ton berdasarkan produktivitas rata-rata 79,5 ton per hektar.
“Tahun ini hanya ada satu survei. Dari hasil itu muncul harga Rp540 ribu. Namun di bulan Juli harga direvisi jadi Rp660 ribu tanpa survei ulang. Padahal data baru menyebut produktivitas hanya 70 ton per hektar, yang jelas akan memengaruhi hitungan biaya produksi. Kalau dipaksakan, perusahaan berpotensi rugi,” kata Mbantu.
Ia menambahkan, kenaikan harga sebelumnya dari Rp510 ribu menjadi Rp540 ribu telah memiliki dasar hukum yang jelas melalui surat Dirjenbun Nomor B-393/KB.110/E/4/2025 tanggal 22 April 2025 untuk harga masa panen tahun 2025. Namun, sebelum masa berlaku harga tersebut berakhir, tiba-tiba kembali diubah melalui surat Dirjenbun Nomor B-853/KB.110/E/07/2025 tanggal 21 Juli 2025 menjadi Rp660 ribu per ton untuk masa panen yang sama.
Mbantu menegaskan prinsip perusahaan bahwa dalam satu tahun tidak bisa ada dua harga berbeda untuk petani yang berbeda. Menurutnya, konsistensi harga adalah kunci menjaga keadilan dan keberlangsungan investasi.
“Dalam tahun yang sama, walaupun petaninya berbeda, harga harus satu. Kalau tidak, akan menimbulkan ketidakpastian usaha,” jelasnya.
Selain masalah teknis survei, PG Gorontalo juga menyoroti aspek kemitraan dengan petani. Selama ini, perusahaan menandatangani perjanjian harga dengan Koperasi Petani Tebu Rakyat (KPTR) dan kelompok tani resmi yang menjadi mitra.
“Kami baru tahu ada APTRI di Gorontalo ketika tiba-tiba diundang rapat. Padahal kelompok tani mitra kami justru tidak hadir. Jadi bagi kami, fungsi APTRI di Gorontalo masih belum jelas,” ujarnya.
Mbantu menambahkan bahwa pembayaran yang dilakukan pabrik dengan harga Rp540 ribu per ton sejauh ini berjalan tanpa keluhan dari petani mitra. Hal itu semakin menguatkan keyakinan perusahaan bahwa belum ada perubahan harga resmi yang harus dijalankan.
Meski demikian, pihak PG mengaku terbuka terhadap dialog yang difasilitasi pemerintah. Perusahaan menegaskan komitmennya menjaga hubungan baik dengan petani, asalkan setiap keputusan harga benar-benar berdasarkan kajian objektif dan tidak menimbulkan kerugian sepihak.
“Kami tidak menolak kesejahteraan petani. Tapi keputusan harga harus berdiri di atas dasar survei yang jelas, agar semua pihak terlindungi. Kami berharap ada komunikasi yang lebih baik agar persoalan ini tidak berlarut-larut,” pungkasnya.
***
PG Gorontalo Minta Kepastian Kajian Harga Tebu, Hindari Kerugian dan Konflik


Rekomendasi untuk kamu

Rekam Fakta, Gorontalo – Polemik harga tebu di Gorontalo memasuki babak baru. Meski Direktorat Jenderal…

Rekam Fakta, Gorontalo – Polemik dugaan penganiayaan terhadap seorang remaja berusia 15 tahun di Kota…

Rekam Fakta, Gorontalo – Dugaan penganiayaan terhadap seorang remaja kembali mencoreng institusi kepolisian. J (15),…

Relam Fakta, Gorontalo – Publik Gorontalo kembali dibuat geram dengan drama memalukan dari gedung rakyat….

Rekam Fakta, Gorontalo – Seorang wanita berinisial AH (28), warga Kabupaten Bone Bolango, melaporkan mantan…