Rekamfakta.com, Provinsi Gorontalo – Menanggapi pernyataan Gubernur Gorontalo yang menilai bahwa Surat Edaran (SE) Gubernur Nomor 360/BPBD/781/VII/2021 sudah sejalan dengan SE Kasatgas No. 14 dan SE Kasatgas No. 17 Tahun 2021 tentang Ketentuan Perjalanan Orang Dalam Negeri pada Masa Pandemi Covid-19, Pakar Hukum Dr. Duke Arie Widagdo, SH., MH berpendapat berbeda dengan Surat Edaran Gubernur tersebut.
Menurut Dr. Duke Arie, Surat Edaran (SE) Gubernur Gorontalo Nomor 360 itu cacat hukum dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat karena :
1. SE Gubernur Gorontalo Nomor 360/BPBD/781/VII/2021 itu bukan Peraturan Perundang-Undangan sebagaimana Undang-Undang No.12 Tahun 2011, sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan tidak punya daya paksa.
2. Secara Formil : SE Gubernur Gorontalo Nomor 360/BPBD/781/VII/2021 yang dibuat berdasarkan SE Kasatgas Covid No.14 sudah dicabut dgn SE Kasatgas Covid No.16 sejak 26 Juli 2021. Sehingga, karena dasar pembentukannya sudah dicabut, secara otomatis maka SE Gubernur Gorontalo Nomor 360/BPBD/781/VII/2021 tidak berlaku lagi. Dan harusnya SE Gubernur Gorontalo Nomor 360/BPBD/781/VII/2021 menyesuaikan dengan ketentuan terbaru yakni SE Kasatgas Covid No. 17 dan Instruksi Mendagri No. 48.
3. Secara Materiil : Isi ketentuan dlm SE Gub No. 360, tidak selaras dan bertentangan dgn SE Satgas Covid maupun Inmendagri.
4. Secara Materiil : isi ketentuan dalam SE Gubernur Gorontalo Nomor 360/BPBD/781/VII/2021 tidak selaras dan bertentangan dengan SE Kasatgas Covid maupun Inmendagri.
“Secara Formil juga harusnya SE Gubernur Gorontalo Nomor 360/BPBD/781/VII/2021 berubah seiring dgn perubahan kebijakan Pusat, tidak jalan sendiri, tidak semaunya sendiri. Sebab pengaturan PPKM itu diatur melalui Instruksi Mendagri dan ditindaklanjuti dengan SE Satgas Covid,” tegas Duke Arie.
Duke Arie menambahkan bahwa Pemerintah Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota harusnya menyesuaikan dengan Ketentuan Pemerintah Pusat. Misalnya SE Satgas No. 14 itu berdasarkan Inmendagri No. 15/2021. Kemudian Inmendagri berubah lagi No. 25/2021, karena Inmendagri berubah, kemudian SE Satgas juga berubah lagi menjadi SE Satgas No. 16/2021.
“Demikian seterusnya. Namun faktanya SE Gubernur Gorontalo Nomor 360/BPBD/781/VII/2021 tidak pernah berubah dan tidak pernah menyesuaikan dengan ketentuan di Pemerintah Pusat yang selalu berubah tiap 2 minggu,” kata Duke Arie.
SE Gubernur Gorontalo Nomor 360/BPBD/781/VII/2021 pada pasal 7 menyebutkan : “Seluruh pelaku perjalanan yang tiba di Provinsi Gorontalo akan dilakukan Tes Rapid Antigen saat kedatangan…dst”. Ketentuan ini bertentangan dgn Inmendagri No.44/2021, Diktum Ke-4 huruf Q poin 2 yang menyatakan pelaku perjalanan udara menunjukkan Hasil Negatif PCR 2 x 24 jam (bukan hasil Tes Rapid Antigen)
“Ini kita bicara ketentuan, yang mengatur PPKM itu sama secara Nasional, tidak bisa berbeda-beda. Sebab di SE Kasatgas COVID-19 No. 14 huruf F angka 5 menyebutkan : Kementrian/Lembaga/ Pemerintah Daerah yang akan memberlakukan kriteria khusus bagi pelaku perjalanan di daerahnya, harus selaras dan tidak bertentangan dgn SE Kasatgas No.14 ini. Artinya SE Gubernur Gorontalo Nomor 360/BPBD/781/VII/2021 tidak boleh bertentangan dgn SE Kasatgas No.14. Kalau yang diatur harus PCR, ya tidak bisa ditambah dengan Antigen lagi,” ungkap,9 Duke Arie.
Masalah PPKM, menurut Duke Arie, semua daerah berlaku sama secara Nasional, tidak ada hubungannya dengan Kearifan Lokal.
“Pertanyaannya, Kearifan Lokal apa yang dimaksudkan Gubernur Gorontalo, sehingga menyebabkan Gorontalo bisa membuat kebijakan yang berbeda dengan Kebijakan Pemerintah dari Pusat ??,” tanya Duke Arie.
“Saya kemarin juga sempat menyampaikan hal ini ke Menkopolhukam, Bapak Mahfud MD, dan beliau kaget dengan perlakuan Wajib Antigen bagi penumpang pesawat yang baru tiba di Gorontalo, apalagi Gorontalo sekarang sudah turun Level dan sekarang berada pada PPKM Level 2,” tutup Duke Arie.
(0N4L/RF)